Unknown On Rabu, 29 Januari 2014



Film musikal yang satu ini menceritakan kehidupan para penghuni jeruji besi dan perjuangan mereka dalam memenangkan kontes paduan suara. Bisa dibayangkan sulitnya berlatih disela-sela tugas sebagai narapidana. Di lain sisi mereka juga harus menerima perlakuan masyarakat yang melihat mereka sebelah mata.

Dikisahkan pula cerita Nyonya Hong, seorang ibu yang terpaksa melahirkan anaknya dirumah sakit tahanan. Dia harus kehilangan haknya sebagai seorang ibu, ketika Nyonya Hong harus merelakan Min Woo, anaknya, diserahkan ke panti asuhan. Tahanan yang dipenjara karena membunuh suaminya yang sering melakukan KDRT ini hanya ingin Min Woo hidup layaknya bayi-bayi lain yang dapat menghirup udara bebas. Walaupun konsekuensinya, dia tidak akan dipanggil “omma” oleh Min Woo.

Berbeda dengan Nyonya Hong, Moon-ok yang sudah dianggap ibu oleh Hong dan teman-temannya satu sel, justru tidak diterima lagi oleh anaknya sendiri. Tahanan yang divonis hukuman mati ini sengaja membunuh suaminya karena tidak tahan melihat suaminya yang terang- terangan berselingkuh di depan anaknya. Film ini semakin menguras air mata penonton saat diakhir cerita tibalah waktu eksekusi Moon-ok.

Sedangkan Jyong He, vocalis sopran paduan suara mereka ini awalnya masih trauma setelah membunuh laki-laki yang hendak menodainya. Anak baru ini masih belum terbiasa hidup di dalam penjara dengan identitas barunya sebagai seorang pembunuh. Ia terus memberontak sampai akhirnya senyumnya muncul lagi setelah ia bergabung dengan tim paduan suara. Walaupun semua anggota tidak punya suara sebagus Jyong He, tapi karena tekad yang kuat dan latihan keras, keluarlah harmony yang indah dari suara-suara narapidana itu. Akhirnya merekapun memenangkan kontes tersebut.

Satu hal yang sangat menyentuh adalah tidak semua narapidana berhati jahat, bahkan mereka punya hati yang lebih tulus dibanding orang-orang yang mencemooh mereka. Dan tidak selamanya kesalahan yang mereka perbuat murni dari nafsu jahat mereka, pasti ada faktor yang mendorong mereka berbuat demikian. Dengan mempertimbangkan semua resiko yang ada, mereka mencoba jalan pintas yang salah, demi harapan mendapat kehidupan yang lebih nyaman. Merekapun telah menerima balasannya, jadi buat apa kita ikut menjudge mereka terlebih sampai mendiskriminasi.  Bukankah mereka juga manusia seperti kita? Yang punya cinta dan mimpi?

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Followers

Clock

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.